a. Perilaku Masyarakat Melayu Terhadap Lingkungan Sosial
Pola Saling Menghormati dan Saling Memberi
Pola saling menghormati dan saling memberi adalah
salah satu gejala sosial. Artinya, kegiatan tersebut terjadi dalam
situasi interaksi seseorang dengan orang lain atau sekelompok orang.
Gejala saling menghormati dan saling memberi dalam masyarakat Melayu
tampak dalam tiga kegiatan yang saling berkaitan, yaitu menanam budi
(memberi), menerima budi (menerima), dan membalas budi (membalas atau
mengembalikan).
a. Menanam Budi
Menanam budi disebut juga membuat budi atau menabur
budi. Orang yang menanam budi disebut penanam budi. Menanam budi yang
dilakukan oleh si penanam budi bertujuan untuk berbuat baik. Adapun
jenis-jenis budi yang biasa diberikan mencakup benda, tenaga,
sopan-santun, tutur-bahasa dan tegur-sapa, kunjung-mengunjungi,
pinjam-meminjam, tanda mata, menjemput makan, suruh seraya, mintak
pialang, mintak bagi, dan mintak.
b. Menerima Budi
Budi diberikan kepada orang lain seperti misalnya
saudara sekerabat, tetangga, dan sahabat karib. Orang yang menerima budi
disebut penerima budi. Semakin banyak ia menerima budi, semakin banyak
ia merasa berhutang budi. Menurut adat-istiadat Melayu, budi yang
diberikan harus diterima dan dihargai sebagai tanda penghargaan dengan
menyampaikan ucapan terima kasih. Kadang-kadang ucapan terima kasih
disampaikan dalam bentuk ungkapan “Terima kasih daun keladi, kalau lebih
minta lagi”. Orang yang menolak pemberian budi berarti tidak ingin
menjalin persahabatan, tidak mau dibantu, ditolong, atau dikenang.
Berarti ia mampu berdiri sendiri di tengah masyarakat. Orang yang tidak
menerima budi dinilai tinggi hati, angkuh, dan harga dirinya amat
tinggi. Penolakan budi merupakan suatu pernyataan sikap tidak
bersahabat. Oleh karena itu, budi sekecil apapun harus diterima agar si
pemberi merasa senang, puas, dan tidak malu atau kehilangan muka.
c. Membalas Budi
Sesuai dengan tujuan menanam budi, yaitu untuk
berbuat baik, maka si penerima budi tidak diwajibkan membayar atau
membalas budi yang diterimanya. Dengan kata lain, tidak ada kewajiban
untuk membalas budi seseorang. Akan tetapi, setiap orang yang menerima
budi merasa berkewajiban membalas kebaikan yang diberikan dengan
kebaikan pula. Membalas budi tersebut sebagai tanda si penerima budi
tahu membalas budi. Membalas budi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
pemberian, undangan, bantuan tenaga, pengabdian, sopan-santun,
tegur-sapa, dan pengorbanan. Dengan kata lain, pembalasan budi
disesuaikan dengan kemampuan seseorang.
Sehubungan dengan membalas budi ini dikenal istilah
“seorang tak tahu membalas budi”. Orang yang disebut tak tahu membalas
budi ialah orang yang membalas kebaikan yang diberikan orang kepadanya
dengan sikap dan tingkah-laku yang berlawanan, seperti mencemarkan nama
si pemberi budi, melupakan budi dengan cara tidak mau menghormati,
menegur, menyapa, dan datang berkunjung, serta bicara dengan kata-kata
kasar. Kadang-kadang perbuatan tidak tahu membalas budi itu tampak dalam
tingkahlaku yang lebih kasar dan keras. Dengan kata lain, orang yang
tidak tahu membalas budi itu tidak mengingat sedikit pun budi baik yang
telah diterimanya.
b. Tradisi Kelahiran
Larangan wanita hamil 3 bulan:
a. tidak boleh duduk di depan pintu jika melakukan maka akan susah melahirkan
b. tidak boleh membunuh binatang baik suami maupun istrinya jika dilakukan maka anak nya akan mengalami cacat
c. sang ayah tidak boleh selingkuh jika di lakukan maka anak nya akan bodoh.
Jika telah hamil 7 bulan:
Maka ia harus menyirih/ hamil sulung dan ada
doa’-doa’. Hal ini dilakukan agar terhindar dari setan.disini diikuti
pula oleh bidan yang mengurus orang hamil, jika nanti dia melahirkan
jumlah bidan nya harus ganjil (1,3, 7, 5) dilakukan oleh melayu pesisir
Setelah 9 atau 10 hari lahir bayi:
Melayu biasa
a. di azan kan(bayi laki-laki)
b. di Qamat kan ( bayi perempuan)
setelah 7 hari akan di akikah kan:
· Laki-laki : 2 ekor kambing
· Perempuan : 1 ekor kambing
· pemberian nama
· cukur rambut
· Bayi di naikkan ke buai, yang terbuat dari rotan atau pun kain panjang
· Dan di nyanyikan lagu khasidah/shalawat
Melayu pesisir
· Mandi ke sungai
· Kaki bayi di letakkan di atas talam yang berisikan tanah dari mesjid
· Pemberian nama yang di ambil dari al-Qur’an
Cara mendidik anak yang sudah berakal atau baligh
1. melayu mengatakan bahwa mendidik anak dari kanak-kanak
2. dengan lemah lembut dan baik hati
3. di ajarkan beribadah agar menjadi anak yang sholeh dan sholeha
4. orang tua harus mengetahui bagai mana sifat anak
5. saling simpati dan saling tukar pendapat
Khatam ngaji
Khatam ngaji dilakukan setelah anak khatam al-quran
30 juz dengan mengundang teman-teman seperngajian,sanak, orang tua,dan
guru ngaji
Merantau
Anak yang sudah baligh di perbolehkan merantau dengan syarat mendapat izin dari orang tua
c. Tradisi Perkawinan
Sebelum menikah wanita di larang bepergian kecuali
mendapat izin dari orang tua nya. 1 minggu sebelum menikah dilarang
keras bepergian dan juga 3 hari sebelum menikah juga dilarang bepergian
jika bepergian akan berakibat fatal.
Adat perkawinan dalam budaya melayu terkesan rumit
karena banyak tahapan yang harus dilalui. Kerumitan tersebut muncul
karena perkawinan dalam pandangan melayu harus mendapat restu dari kedua
orang tua serta harus mendapat pengakuan yang resmi dari tetangga dan
masyarakat.
Rangkaian upacara adat melayu:
· Upacara menggantung gantung
Yaitu menghiasi rumah atau bangunan tempat upacara
akan di langsungkan,memasang alatkelengkapan upacara, seperti pelaminan,
tempat tidur,tenda, sesuai ketentuan adat yang di pakai
· Upacara berinai
Acara ini mengandung makna untuk menjauhkan bala
bencana, memagar diri dari segala yang tidak baik,dari segala yang kotor
manaikkan seri(cahaya) tuah dan marwah
· Upacara berendam
a. Berendam
Yaitu upacara utuk membersihkan laririah untuk menuju batiniah
b. Mandi bunga( tolak bala)
Yaitu bukan untuk sekedar mengharumkan raga, agar jiwa bersih jauh dari iri dengki
· Upacara khatam al~quran
Hakikat nya di tunjukkan bahwa pengantin perempuan sudah ditunjuk ajar oleh orang tua nya dalam kehidupan agama islam
· Upacara akad nikah
1. Upacara antar belanja
yaitu beramai ramai beririn-iring kerabat calon pengantin laki laki membawa antaran belanja pada calon pengantin perempuan.
2. Upacara akad nikah
Hal hal yang di persiapkan adalah mahar atau mas kawin
3. Upacara menyembah
Yaitu sembah sudah kepada orang tua agar berkah dan tauh turun berlipat ganda
4. Upacara tepuk tepung tawar
hakikat nya adalah bahwa para tetua melimpahkan restu, marwah pengantin terjaga
5. Upacara nasehat
Brisi petuah amanah kpda kedua mempelai
6. Upacara jamuan
Sudah menjadi adat kebiasaan, bahwa seluruh jemputan
yang hadir di dalam perkawinan di beri jamuan oleh orang yang punta
perhelatan.
7. Upacara langsung
a. upacara mengarak pengantin laki-laki
Bernaung paying irama, di iringi rentak rebana dan gendong, calon pengantin laki-laki dating kepada dwi pujaan
b. Upacara menyambut arak arakan pengantin
Adat di junjung tamu dating di saanjung kerabat pengantin perempuan siap menyambut rombongan pangantin laki laki
8. Malam keluarga
Mertua sama jua dengan orang tua, maka sembah sujud pun di tunjukkan pula.
9. Upacara mandi damai
a. mandi damai
Mandi damai disebut juga mandi hias hakikat nya mencerminkan bahwa kedua pengantin sudah bersatu sebagai suami istri
b. jemian santap siang
Bertanda usai sudah seluruh rangkaian upacara
perkawinan sebagai tanda syukur kepada allah SWT atas semua rahmat dan
karunia nya sebagai seluruh rangkaian upacara berlangsung dengan baik
10. Setelah menikah
Pengantin laki laki dan perempuan tinggal di satu
rumah, missal, dirumah laki laki disana mereka membuat pantangan apa
saja yang tidak disukai pengantin laki laki/perempuan, apabila melanggar
tidak ada kecocokan maka akan melakukan talaq secara agama islam
d. Tradisi Kematian
Ketika seseorang meninggal dunia pihak keluarga yang
menunggu akan melepas segala benda yang menempel ditubuh si mati,
meluruskan tubuhnya, menutup mata dan mulutnya, dan meletakkan kedua
tangannya di atas dada dengan posisi sedekap seperti orang hendak
shalat, membaringkan si mati terlentang menghadap kiblat, dan kemudian
menutupinya dengan kain beberapa lapis. Pihak keluarga akan menyampaikan
peristiwa kematian ini kepada tokoh masyarakat dan aparatur pemerintah,
serta tetangga sekitar secara beranting. Selain itu, bedug di langgar
dan di masjid juga dibunyikan dengan nada yang khas. Ketika mendengar
bedug dengan nada khas tersebut, masyarakat dengan sendirinya akan
mafhum bahwa salah satu anggota masyarakat ada yang meninggal dunia.
Ketika orang-orang Melayu mengetahui bahwa salah satu anggota
masyarakatnya meninggal dunia, maka mereka akan menghentikan semua
aktivitas yang sedang dilakukan untuk sesegera mungkin melayat.
Orang-orang yang datang melayat biasanya membawa
bawaan berupa beras dan makanan pokok lainnya. Ada juga yang datang
langsung membaca al-Quran, khususnya surat Yasin, di samping mayat.
Selain itu, ada juga yang datang hanya untuk menunjukkan ikut berbela
sungkawa, dan kemudian duduk-duduk bersama pelayat lainnya sambil
menunggu waktu pelaksanaan penguburan. Biasanya, acara penguburan akan
dilaksanakan setelah tengah hari, yaitu antara pukul 14.00 sampai 16.00.
Cara menyelenggarakan jenazah masyarakat melayu sama hal nya dengan
ajaran syariat islam yaitu , memandikan, mengkafani, disholatkan,
menguburkan, dan mendoakan jenazah
e. Tradisi Masyarakat Melayu Menyambut Hari Raya Idul Fitri
Salah satu tradisi Idul Fitri yang cukup unik di Riau
dilakukan oleh masyarakat Lubuk Jambi, Kecamatan Kuantan Mudik,
Kabupaten Kuansing. Tradisi merayakan Idul Fitri di daerah ini
menggunakan perahu hias yang mereka sebut dengan “Perahu Bagandung”.
Tradisi Perahu Bagandung ini mereka lakukan di
pinggir Sungai Kuantan dan Jembatan Lubuk Jambi. Saat tradisi ini
digelar, ribuan warga Lubuk Jambi yang berada di perantauan biasanya
pulang ke kampung halamannya untuk lebur dalam mengikuti tradisi ini.
Tradisi masyarakat Lubuk Jambi ini sudah berumur
ratusan tahun. Tradisi itu selalu ditunggu-tunggu pelaksanaannya. Jika
di Bangkinang ada Balimau Kasai menjelang Ramadhan, maka masyarakat
Lubuk Jambi justru “berlimau” dan menyucikan diri menyambut Idul Fitri.
f. Tradisi Pakaian Melayu
Tradisi Pakaian Melayu
Ungkapan adat Melayu
mengatakan : “adat memakai pada yang sesuai, adat duduk pada yang elok,
adat berdiri tahukan diri”. Ungkapan ini mengandung makna yang dalam,
yang intinya memberi petunjuk, bahwa setiap orang di tuntut untuk
meletakkan sesuatu pada tempatnya, berperilaku menurut alur dan
tempatnya.
Di dalam hal ini berpakaian hendaknya mengacu kepada
asas “sesuai” yakni sesuai pakaiannya, sesuai yang memakainya, sesuai
cara memakainya, sesuai tempat memakainya, sesuai pula menurut ketentuan
adat yang diberlakukan dalam hal ini ihwal berpakaian.
Merujuk kepada ungkapan di atas menyebabkan
orang-orang Melayu selalu memilih pakaian yang sesuai dengan diri dan
kedudukannya, berusaha memakai pakaian dengan baik dan benar, dan
berusaha agar tidak melanggar segala “pantang larang” dalam berpakaian
dan berusaha pula untuk menunjukkan perilaku terpuji dalam kehidupan
sehari-harinya.
Umumnya pakaian Melayu terdiri dari dua jenis :
“Pakaian Harian” dan “Pakaian Adat”. Pakaian Harian ialah pakaian yang
lazim dipakai sehari-hari (dalam kehidupan orang Melayu masa silam) atau
pakaian yang tidak dipakai di dalam upacara adat dan tradisi.
Kelengkapan “Pakaian Harian” ialah : baju seluar (celana), kopiah dan
kain “kain samping” atau “sesampin” atau “kain samping” atau kain sarung
biasa.
g. Tradisi Berkapur Sirih
Dalam kehidupan orang melayu dikenal sebagai sebuah
tradisi yang disebut dengan berkapur sirih, yaitu tradisi makan sirih
yang diramu dengan kapur dan pinang. Pada mayarakat Puak Melayu, selain
untuk dimakan sirih sebagai lambang adat resam dan adat istiadat Melayu
yang telah menjadi suatu kepastian di dalam beberapa upacara adat kaum
di rantau-rantau Melayu. Dari Upacara Pernikahan hingga Pengobatan
tradisi. Sirih junjung dihias cantik sebagai sebahagian barang hantaran
pengantin dan juga sirih penyeri kepada pengantin perempuan. Selain itu
di dalam upacara resmi kebesaran istana dan kerajaan juga, sirih junjung
memainkan peranan penting, sirih menjadi penyeri majelis dan mengepalai
sesuatu perarakan yang diadakan.
DAFTAR PUSTAKA
Suara Karya Online. 2009.
Tradisi Masyarakat Melayu Riau
Menyambut Idul Fitri.
www.suarakarya-online.com. Akses pada tanggal 13 Desember 2012